Oppressor State dan Welfare State, Kesenjangan Sosial dan Welfare State
Oppressor State dan Welfare State
Yang dimaksudkan state atau negara oleh Myrdal adalah lembaga yang berfungsi mencampuri bekerjanya permainan-permainan kekuatan pasar. Pengertian tersebut jadinya menyimpang atau lebih luas dari pengertian sehari-hari dan lebih luas dari pengertian yuridis-ketata-negaraan.
Termasuk pengertian negara tersebut tidak hanya pemerintah pusat atau pemerintah daerah beserta departemen-departemen dan kelembagaan lainnya melainkan meliputi lembaga-lembaga sosial swasta termasuk lembaga bantuan sosial pemeliharaan yatim-piatu dan lain-lain.
Lembaga asuransi dan perkreditan swasta juga termasuk pengertian negara tersebut. Adapun yang dimaksudkan dengan oppressor state atau negara penindas adalah negara yang dalam mencampur-tangani atau mempengaruhi bekerjanya permainan kekuatan pasar lebih membantu golongan yang kuat dari pada golongan lemah.
Pemberian kredit berdasarkan bank-teknis atau studi kelayakan dan asuransi kecelakaan dan kebakaran termasuk kategori ini.
Demikian pula penyediaan utilitas publik tertentu dan beberapa macam struktur infra oleh pemerintah termasuk kategori oppressor state tersebut.
Sedangkan yang diartikan dengan welfare state atau negara sejahtera adalah negara yang dalam mempengaruhi the working of the play of market forces lebih membantu golongan lemah daripada golongan kaya.
Oleh Myrdal dipaparkan bahwa di negara-negara yang telah maju pada umumnya state-nya bersifat welfare state sehingga akibat keseluruhannya kesenjangan antar-daerah, antar golongan kaya dan miskin, maju dan ketinggalan tendensinya menjadi makin melemah.
Sebaliknya pada umumnya state di negara-negara yang sedang membangun lebih bersifat oppressor state, maka akibatnya perbedaan antar daerah, antar kota, antar-golongan kuat dan lemah, kaya dan miskin menjadi makin jauh.
Dunia sebagai keseluruhan yang oleh Myrdal digambarkan sebagai suatu negara yang sangat terbelakang belum memiliki kelembagaan supra-welfare state yang efektif dapat mengurangi kesenjangan yang makin jauh antara negara-negara maju dengan negara-negara sedang berkembang.
Lembaga-lembaga yang ada baru mampu mengurangi kecepatan gerak meningkatnya kesenjangan yang makin jauh tersebut.
Sampai sekarang perkembangan welfare state yang paling efektif masih terbatas pada welfare state tingkat nasional dalam artian ekonomis dan yuridis-ketatanegaraan. Yang bersifat supra-nasional masih bersifat pemikiran dan perundingan-perundingan.
Termasuk pengertian negara tersebut tidak hanya pemerintah pusat atau pemerintah daerah beserta departemen-departemen dan kelembagaan lainnya melainkan meliputi lembaga-lembaga sosial swasta termasuk lembaga bantuan sosial pemeliharaan yatim-piatu dan lain-lain.
Lembaga asuransi dan perkreditan swasta juga termasuk pengertian negara tersebut. Adapun yang dimaksudkan dengan oppressor state atau negara penindas adalah negara yang dalam mencampur-tangani atau mempengaruhi bekerjanya permainan kekuatan pasar lebih membantu golongan yang kuat dari pada golongan lemah.
Pemberian kredit berdasarkan bank-teknis atau studi kelayakan dan asuransi kecelakaan dan kebakaran termasuk kategori ini.
Demikian pula penyediaan utilitas publik tertentu dan beberapa macam struktur infra oleh pemerintah termasuk kategori oppressor state tersebut.
Sedangkan yang diartikan dengan welfare state atau negara sejahtera adalah negara yang dalam mempengaruhi the working of the play of market forces lebih membantu golongan lemah daripada golongan kaya.
Oleh Myrdal dipaparkan bahwa di negara-negara yang telah maju pada umumnya state-nya bersifat welfare state sehingga akibat keseluruhannya kesenjangan antar-daerah, antar golongan kaya dan miskin, maju dan ketinggalan tendensinya menjadi makin melemah.
Sebaliknya pada umumnya state di negara-negara yang sedang membangun lebih bersifat oppressor state, maka akibatnya perbedaan antar daerah, antar kota, antar-golongan kuat dan lemah, kaya dan miskin menjadi makin jauh.
Dunia sebagai keseluruhan yang oleh Myrdal digambarkan sebagai suatu negara yang sangat terbelakang belum memiliki kelembagaan supra-welfare state yang efektif dapat mengurangi kesenjangan yang makin jauh antara negara-negara maju dengan negara-negara sedang berkembang.
Lembaga-lembaga yang ada baru mampu mengurangi kecepatan gerak meningkatnya kesenjangan yang makin jauh tersebut.
Sampai sekarang perkembangan welfare state yang paling efektif masih terbatas pada welfare state tingkat nasional dalam artian ekonomis dan yuridis-ketatanegaraan. Yang bersifat supra-nasional masih bersifat pemikiran dan perundingan-perundingan.
Sebagai akibat lebih lemahnya administrasi pemerintahan (soft administration, soft state) negara-negara yang sedang membangun dibandingkan dengan administrasi pemerintahan jajahan serta administrasi pemerintah di negara-negara yang telah maju maka lebih banyak terjadi kebocoran-kebocoran baik yang bersifat administratif maupun finansial sehingga, sifat welfare state menjadi makin melemah pula.
Kesenjangan Sosial dan Welfare State
Persoalan mengenai kesenjangan sosial, pembangunan dan kesenjangan akhir-akhir ini banyak mengundang pembicaraan beserta implikasi kebijaksanaan pemerintahan dan kebijaksanaan kelembagaan lainnya.
Demikian pula mengenai cara-cara dan kelemahan pengukuran beserta berbagai macam aspek dan efeknya. Di negara yang sedang membangun sifat oppressor state dan soft administration saling berkaitan antara lain sebagai akibat proses pembangunan yang sedang dilaksanakan.
Pembangunan yang dititikberatkan pada pembangunan ekonomi dan kurang menekankan pembangunan administrasi (dalam arti luas) serta pembangunan pendidikan (termasuk pendidikan moral), memperkuat sifat soft administration-nya sehingga pada satu pihak kebocoran meningkal dan pada lain pihak pengendalian dan pengawasan menjadi lebih melemah.
Sebagai akibat dorongan permainan kekuatan pasar yang makin bebas atau makin kuat maka dorongan untuk lebih bersifat oppressor state cenderung untuk menjadi makin kuat. Akibat selanjutnya adalah bahwa kesenjangan sosial dan kesenjangan ekonomi (terutama pendapatan dan kekayaan) menjadi makin melebar.
Demonstration effect atau sifat mudah meniru (dalam artian konsumtif) mudah terjadi karena memang masuk akal dan 'menyenangkan'. Sifat meniru konsumtif, kesenjangan ekonomi dan kesenjangan sosial mempunyai pengaruh yang sangat luas dan kait mengkait yang antara lain menyangkut aspek moral, aspek pendidikan, aspek kesehatan, aspek prestise atau gengsi dan bahkan aspek nilai-nilai yang dijunjung tinggi.
Zaman 'edan'nya Ronggowarsito) yang telah dipaparkan dalam abat 19 langsung menyangkut kesenjangan sosial beserta segala macam efeknya termasuk efek moral dan nilai-nilai sosial. Dari segi berbagai efek kesenjangan sosial mendalami zaman edannya Ronggowarsito tersebut sungguh sangat mengasyikkan.
Dalam membangun ekonomi Indonesia dengan sistem ekonominya kiranya welfare state merupakan salah satu jalan (apabila tidak satu-satunya jalan) yang paling baik asalkan tidak melupakan aspek falsafah yang mendasarinya. Bagi negara kita. falsafah Pancasila sebagai welstanschauueng hendaknya menjiwai dan mendasari setiap aspek pembangunan.
Dalam menuju welfare state, telah mencakup segala macam aspek meskipun hanya dikelompokkan ke dalam empat kesamaan, yaitu menuju kesamaan fisikal, kesamaan intelektual, kesamaan ekonomis dan kesamaan yuridis-politis-formal.
Delapan Jalur Pemerataan dan Kesenjangan Sosial
Delapan jalur pemerataan sebagaimana telah disinggung di depan, di samping sebagai jalan untuk melaksanakan pembangunan juga sekaligus untuk mengurangi atau menghilangkan kesenjangan sosial tersebut. Oleh sebab itu delapan jalur pemerataan tersebut beserta berbagai aspeknya akan sering dijumpai dalam uraian-uraian selanjutnya.
Di sana-sini akan sering ditemui pentingnya pembangunan pendidikan termasuk pendidikan moral. Kesenjangan sosial yang menyangkut aspek moral dan pergeseran nilai memerlukan penekanan terhadap pembangunan pendidikan. Pembangunan dalam bidang hukum termasuk peningkatan kesadaran hukum merupakan dasar bagi pembangunan aspek lain dan mempunyai kaitan dengan pembangunan pendidikan.
Dalam menuju welfare state babkan memerlukan penggunaan prinsip-prinsip rasional dan prinsip-prinsip ekonomi jangka panjang dan menyangkut aspek sebagian besar atau seluruh masyarakat yang kadang-kadang bertentangan dengan prinsip-prinsip ekonomi dan rasional yang bersifat individual. Untuk ini pun diperlukan pembangunan pendidikan dalam arti yang seluas-luasnya.
Demikian pula mengenai cara-cara dan kelemahan pengukuran beserta berbagai macam aspek dan efeknya. Di negara yang sedang membangun sifat oppressor state dan soft administration saling berkaitan antara lain sebagai akibat proses pembangunan yang sedang dilaksanakan.
Pembangunan yang dititikberatkan pada pembangunan ekonomi dan kurang menekankan pembangunan administrasi (dalam arti luas) serta pembangunan pendidikan (termasuk pendidikan moral), memperkuat sifat soft administration-nya sehingga pada satu pihak kebocoran meningkal dan pada lain pihak pengendalian dan pengawasan menjadi lebih melemah.
Sebagai akibat dorongan permainan kekuatan pasar yang makin bebas atau makin kuat maka dorongan untuk lebih bersifat oppressor state cenderung untuk menjadi makin kuat. Akibat selanjutnya adalah bahwa kesenjangan sosial dan kesenjangan ekonomi (terutama pendapatan dan kekayaan) menjadi makin melebar.
Demonstration effect atau sifat mudah meniru (dalam artian konsumtif) mudah terjadi karena memang masuk akal dan 'menyenangkan'. Sifat meniru konsumtif, kesenjangan ekonomi dan kesenjangan sosial mempunyai pengaruh yang sangat luas dan kait mengkait yang antara lain menyangkut aspek moral, aspek pendidikan, aspek kesehatan, aspek prestise atau gengsi dan bahkan aspek nilai-nilai yang dijunjung tinggi.
Zaman 'edan'nya Ronggowarsito) yang telah dipaparkan dalam abat 19 langsung menyangkut kesenjangan sosial beserta segala macam efeknya termasuk efek moral dan nilai-nilai sosial. Dari segi berbagai efek kesenjangan sosial mendalami zaman edannya Ronggowarsito tersebut sungguh sangat mengasyikkan.
Dalam membangun ekonomi Indonesia dengan sistem ekonominya kiranya welfare state merupakan salah satu jalan (apabila tidak satu-satunya jalan) yang paling baik asalkan tidak melupakan aspek falsafah yang mendasarinya. Bagi negara kita. falsafah Pancasila sebagai welstanschauueng hendaknya menjiwai dan mendasari setiap aspek pembangunan.
Dalam menuju welfare state, telah mencakup segala macam aspek meskipun hanya dikelompokkan ke dalam empat kesamaan, yaitu menuju kesamaan fisikal, kesamaan intelektual, kesamaan ekonomis dan kesamaan yuridis-politis-formal.
Delapan Jalur Pemerataan dan Kesenjangan Sosial
Delapan jalur pemerataan sebagaimana telah disinggung di depan, di samping sebagai jalan untuk melaksanakan pembangunan juga sekaligus untuk mengurangi atau menghilangkan kesenjangan sosial tersebut. Oleh sebab itu delapan jalur pemerataan tersebut beserta berbagai aspeknya akan sering dijumpai dalam uraian-uraian selanjutnya.
Di sana-sini akan sering ditemui pentingnya pembangunan pendidikan termasuk pendidikan moral. Kesenjangan sosial yang menyangkut aspek moral dan pergeseran nilai memerlukan penekanan terhadap pembangunan pendidikan. Pembangunan dalam bidang hukum termasuk peningkatan kesadaran hukum merupakan dasar bagi pembangunan aspek lain dan mempunyai kaitan dengan pembangunan pendidikan.
Dalam menuju welfare state babkan memerlukan penggunaan prinsip-prinsip rasional dan prinsip-prinsip ekonomi jangka panjang dan menyangkut aspek sebagian besar atau seluruh masyarakat yang kadang-kadang bertentangan dengan prinsip-prinsip ekonomi dan rasional yang bersifat individual. Untuk ini pun diperlukan pembangunan pendidikan dalam arti yang seluas-luasnya.