Indonesian Economics atau Ilmu Ekonomi Indonesia, Falsafah sosial, Konsep-konsep sosial, Kehidupan sehari-hari, Ahli-ahli falsafah, Masyarakat Timur

Indonesian Economics atau Ilmu Ekonomi Indonesia


Timbulnya idea Ilmu Ekonomi Indonesia (yang sampai sekarang masih dalam usaha mencari-cari dan menyempurnakan) dimulai dengan persoalan apakah ilmu ekonomi yang berasal dari dunia Barat, meskipun disusun atas dasar hipotesa-hipotesa tertentu, dapat digunakan untuk menjelaskan kehidupan ekonomi di Indonesia atau tidak.

Persoalan mengenai hal itu pada intinya ada dua pendapat yang ekstrim. Pendapat ekstrim pertama diungkapkan oleh tokoh-tokoh termasuk J.H. Boeke (sebagai pelopornya) yang pada intinya menyatakan bahwa teori ekonomi yang disusun di dunia Barat hanya berlaku dalam masyarakat yang kebutuhannya tidak terbatas, tingkat individualismenya tinggi dan dalam masyarakat di mana tukar-menukar dengan menggunakan uang telah meluas.

Untuk Indonesia yang sifat sosialnya besar, kebutuhan masyarakat masih terbatas atau sengaja dibatasi dan sistem pasar dengan pertukaran yang menggunakan uang masih terbatas maka teori ekonomi tersebut tidak berlaku. Ekstrim yang lain berpendapat bahwa teori ekonomi yang berasal dari Barat yang disusun atas hipotesa-hipotesa tertentu maka apabila hipotesis-hipotesis tersebut tidak terpenuhi tidaklah berarti bahwa teorinya tidak berlaku.

Oleh karena teori ekonomi didasarkan atas logika yang bersifat umum maka berlaku di mana- mana, dengan catatan asalkan hipotesisnya terpenuhi. Ekstrim ini misalnya dikemukakan oleh D.H. Burger (murid J.H. Boeke); Van Gelderen dan Van der Kolf.

Pertentangan tersebut, yang sekarang telah merupakan gejala internasional, dapat dikatakan belum terpecahkan dan mungkin tidak akan terpecahkan. Pandangan J.H. Boeke sekarang dapat dikelompokkan dalam kaum institusionalis yang di dalamnya juga termasuk Gunnar Myrdal. Dudley Seers, J.K. Galbraith dan lain-lain.

Perbedaan cara berpikir dan melakukan perbuatan ekonomi tidak hanya dijumpai di Indonesia dan dunia Barat, tetapi meliputi cara berpikir dunia Timur dan dunia Barat pada umumnya. Pernyataan penyair terkenal Rudyard Kipling (1865-1936 East is East, West is West, never the twain shall meet kiranya masih berlaku meskipun pengaruh makin luasnya hubungan internasional telah memperlemah berlakunya syair tersebut. Perbedaan cara berpikir ekonomi antara dunia Barat dan dunia Timur dapat dijumpai, misalnya dalam bukunya Lewis H. Haney.

Perbedaan itu dikemukakan sebagai berikut:

(1) Falsafah sosialnya masih sederhana oleh karena peradapannya masih dalam. tingkat kanak-kanak sehingga memandang hid up selalu sebagai keseluruhan. Kehidupan sosial antara satu dengan lainnya undifferentiated tidak dipilah-pilahkan. Agama, etika, hukum. ilmu ekonomi, dan falsafah masih berkaitan-kaitan.

(2) Konsep-konsep sosial dalam arti keseluruhan yang bersifat dominan adalah konsep-konsep moral dan keagamaan. Tingkat peradabannya masih pada tataran teologis dan dalam beberapa hal telah pada tingkat metafisis. Pemikiran ekonomi yang berpengaruh dalam masyarakat adalah pemikiran ekonomi pendeta, tua-tua dan lain-lain yang diturunkan melalui tradisi-tradisi. Kehidupan tidak diukur dalam kesejahteraan ekonomi melainkan dari agama, hidup yang benar, kesadaran hidup dan kesempurnaan jiwa. Maka dari  itu makan makanan tertentu atau melakukan pekerjaan tertentu dilarang. Memberikan sumbangan (charity) atau bantuan sosial tidak dipandang dari segi yang menerima tetapi dipandang dari segi agama atau kesempurnaan hidup si pemberi. Adanya kemiskinan dan perbedaan distribusi kekayaan dianggap hanya sebagai keburukan akibat dosa masa lalu sehingga masyarakat harus sabar. Idea fatalisme ini berlaku pula terhadap kekayaan. Hidup yang lama dan kemakmuran dianggap sekunder.

(3) Kehidupan sehari-hari diatur oleh segala macam aturan-aturan sampai sekecil-kecilnya. Akibatnya, perbuatan-perbuatan ekonomi juga diatur sampai mendetail.

(4) Ahli-ahli falsafah dan pembuat undang-undang dunia Timur (yang diikuti oleh masyarakat) berpendapat bahwa ada konflik atau pertentangan antara idea-idea moral agama dengan stimulus ekonomi sehingga kemajuan ekonomi tidak harmonis dengan falsafah hidup masyarakat. Falsafah yang kurang menekankan pada individualisme dan materialisme seperti tidak menyukai industri (apabila dibandingkan dengan pertanian), in-differen terhadap kekayaan materi. Pasivitas dan fatalisme demikian dominan sehingga tidak mungkin untuk dilaksanakan suatu peradapan industri yang besar.

(a) Pandangan yang sangat idealistis demikian bersifat sangat memuliakan lembaga dan berakibat meremehkan perorangan, khususnya dipandang dari segi sistem politik. Negara dan agama yang diutamakan dalam segala hak sehingga mengagungkan despotisme absolut dan menolak nilai-nilai perorangan. Individualisme padahal sangat diperlukan untuk mengembangkan pemikiran ekonomi. Tanpa individualisme industri tidak akan berkembang karena kekurangan motif, hubungan ekonomi sangat sederhana dan pemikiran ekonomi sangat dibatasi oleh kepentingan untuk memperluas kekuasaan pemerintah.

(b) Menurut falsafah Weda, mengejar kekayaan akan mengakibatkan dosa. Akibatnya, perdagangan besar tidak berkembang dan demikian pula pertanian. Kekayaan dianggap bukan tujuan.

(c) Unsur-unsur pasivitas atau sikap indifferen terhadap ekonomi tercermin kuat dalam falsafah hidupnya. Dalam dunia Timur terdapat gejala bahwa kekayaan dan kemiskinan dianggap sebagai God's will (takdir) atau akibat perbuatan yang lalu sehingga diterima with out struggle (apa adanya - pasrah). Inilah yang dinamakan fatalisme ekonomi.

(5) Masyarakat Timur lebih menjunjung tinggi pada fixity dan conservatism. Tujuan pengaturan sosial pada umumnya adalah ekuilibrium sosial sehingga masyarakat dikuasai oleh statis ideals. Peradaban nampaknya dalam keadaan selalu statik (longstationary).

(6) Konsep masyarakat dan kesejahteraan masyarakat diterima sebagai konsep yang dikenal dan diterima oleh masyarakat. Hal ini berbeda dengan masyarakat Barat di mana hak-hak individu dan individualisme dipahami oleh masyarakat.
Apabila diperhatikan benar-benar ciri pemikiran ekonomi masyarakat Timur yang dikemukakan dalam buku Haney tersebut nampak logis dalam arti beralasan. Berdasarkan atas kaca mata dan pandangan hidup Barat. Untuk memberi komentar terhadap sifat atau ciri-ciri tersebut hendaknya juga dimulai dari pandangan hidup yang mereka junjung tinggi.

Telah berulang-ulang diutarakan bahwa semua agama besar dari Orient atau dunia Timur, termasuk agama Weddha, Brahma, Buddha, Konfusius, Shinto, Kristen dan Islam. Bahwa masyarakat Timur memandang hidup di dunia ini sebagai hidup yang hanya sebentar, sementara dan yang lebih penting adalah kehidupan kekal nanti di akhirat, nirwana dan lain-lain sesuai dengan pandangan semua agama tersebut.

Falsafah hidup yang ingin menyesuaikan dengan masyarakat, dengan lingkungan baik lingkungan fisik maupun spiritual merupakan pandangan hidup masyarakat Timur. Segala macam keserasian, keseimbangan, keselarasan, kesesuaian antara unsur-unsur material-spiritual, potensi jiwa, dekat-jauh, langsung-tidak langsung, kepentingan pribadi masyarakat dan lain-lain merupakan pandangan hidup dunia Timur.

Fanatisme, ekstrimisme dan lain-lain disirik oleh masyarakat Timur oleh karena dianggap sebagai benere dhewe, apike dhewe, menange diewe, dan lain-lain. Di depan telah sering dipaparkan bahwa falsafah dan pandangan hidup yang dijunjung tinggi oleh dunia Barat (dunia Western, dunia Occident) adalah individualisme, materialisme, intellektualisme dan humanisme dan lain-lain yang berkaitan dengannya.

Kemajuan material dan kemajuan intelektual merupakan ukuran kemajuan masyarakat dan kemajuan peradapan. Apabila orang lebih mengutamakan kehidupan kekal, hidup di sisi Tuhan, hidup dalam nirwana dan sebagainya dianggap tidak logis, tidak pragmatik, tidak rasional dan lain-lain.

Komentar terhadap ciri-ciri tersebut sudah tentu didasarkan atas falsafah dan pandangan hidup yang dijunjung tinggi oleh orient, bukan Occident.

Falsafah sosial yang memandang aspek agama, hukum, etika, ekonomi dan lain-lain yang berkait-kaitan dianggap tingkat peradapan yang masih dalam taraf kekanak-kanakan?

Dari penelitian segala macam sejarah termasuk sejarah falsafah, matematika, aljabar, geometrika teknologi dan lain-lain peradaban di manakah yang lebih mendahului?

Pengetahuan tentang tekstil, obat bedil, arsitektur, rempah-rempah, tembakau, astronomi, pengobatan, mana yang lebih dahulu?

Dalam praktek hidup sehari-hari apakah aspek agama, moral, hukum, ekonomi dan lain-lain dapat dipisah-pisahkan?

Apabila dapat dipilah-pilahkan (differentiated) apakah itu suatu kemajuan atau kemunduran?

Maju atau mundur adalah soal relatif. Tergantung ukuran yang digunakan. Apabila teori ekonomi menggunakan integrated-approach, apakah suatu kemajuan atau kemunduran?

Apabila Gunnar Myrdal membedakan relevant factors dan irrelevant factors di mana faktor-faktor moral, politik, ekonomi, hukum, dan lain-lain harus diperhitungkan, apakah masih dalam childhood of civilization?

Apabila konsep-konsep agama dan moral bersifat dominan dalam masyarakat apakah itu bukan berarti kemajuan?

Yang dipentingkan dalam dunia Orient memang faktor agama dan moral. Apa artinya kekayaan, kemajuan material akan tetapi moralnya rusak dan kehidupan keagamaan menjadi hampa?

Tingkat peradaban yang bersifat teologis dan metafisis justru sudah pada tingkat yang telah tinggi. Tingkat peradaban yang mementingkan kemajuan material dan hanya mementingkan kehidupan di dunia ini justru sebaliknya adalah suatu tingkat peradaban yang makin rendah atau mungkin suatu tingkat peradaban yang kembali menurun.

Apabila masyarakat lebih mementingkan moral dan agama, kemajuan dalam bidang tersebut menjadi ukuran kemajuan. 

Sebaliknya pada masyarakat yang berdasarkan falsafah materialisme maka kemajuan keduniawian menjadi ukurannya, termasuk kemajuan yang dapat dikuantifikasi dan dapat dikertaajikan.

Segala kegiatan yang dilakukan oleh manusia dalam masyarakat yang mementingkan moral dan agama sudah tentu diukur dari apakah aturan-aturan moral tersebut dijalankan atau tidak.

Kesengsaraan dan kemiskinan yang disebabkan karena pelanggaran moral dan agama hendaknya juga diperbaiki melalui perbaikan atau pendidikan moral.

Sebaliknya apabila kemiskinan menimpa pada orang yang bermoral tinggi ini maka hal itu terletak pada sudut penglihatan.

Orang yang bermoral tinggi tidak pernah merasakan miskin. Kemiskinan demikian bukanlah fatalisme tetapi justru suatu iman yang tinggi, moral yang kokoh.

Orang tetap juga menginginkan kemakmuran material akan tetapi jangan melupakan moral. Soal lamanya hidup, orang selalu berusaha untuk hidup yang lebih lama, orang sakit selalu berobat agar supaya sembuh.

Apabila tidak berobat dari segi moral pun kurang baik karena berarti putus asa ataupun bunuh diri. Tetapi soal umur panjang ataupun pendek adalah Tuhan yang menentukan. Man proposes but God disposes.

Sekali lagi perbedaan terletak pada ukuran yang dipakai dan pada falsafah yang dijunjung tinggi. Hidup yang lama dan kemakmuran bukan hal yang sekunder akan tetapi akan dikejar oleh setiap manusia, juga oleh manusia Orient. 

Hanya dalam mengejar tersebut hendaknya tidak melupakan atau seimbang dengan kemajuan moral dan agama.

Penulis occidental sampai sekarang pun masih banyak yang berpendapat bahwa selama orang tidak mementingkan kemajuan material masyarakat tidak akan mengalami kemajuan ekonomi.

Kemajuan material tetap dikejar tetapi tetap berdasarkan atas moral yang baik. Oleh pengamat Barat dilihat bahwa masyarakat Timur kehidupannya diatur oleh aturan-aturan sampai sekecil-kecilnya. Gadis makan berjalan, tertawa, berpakaian, berduduk-duduk, memang banyak aturan-aturan moral yang perlu diindahkan.

Demikian pula orang yang masih muda, jangan menuruti hawa nafeu, jangan mementingkan kesenangan tetapi cegah dhahar lawan guling lan aja asukan-sukan anganggoa saivatawis (Wulang Reh) atau berakit-rakit di hulu berenang-renang ketepian, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian.

Orang yang sudah tua hendaknya napakake anak-putu jangan hanya mengejar kesenangan pribadi tetapi hendaknya selalu ingat akan generasi mendatang.

Bangsa yang bermoral selalu lebih mementingkan waktu jangka panjang, bukan hanya sekarang. Orang yang bermoral tinggi, meskipun mempunyai banyak ikatanmoral tetapi tidak merasakannya sebagai ikatan.

Melanggar ikatan berarti malahan merasa terikat. Kaca mata Barat adalah kaca mata iiberalisme (bukan demokrasi) dalam arti kebebasan fisik-formal-politik, bukan kebebasan moral atau demokrasi moral.

Bagi dunia Timur, kebebasan yang diutamakan adalah kebebasan moral, termasuk dapat masuk surga, damai di akhirat, masuk nirwana dan lain-lain.

Masyarakat Timur tidak mempertentangkan dari suatu tahap ke tahap lainnya bermacam-macam. Ada yang dari segi penggunaan penalaran, barang kapital yang digunakan, alat pertukaran yang digunakan, motivasi yang mendorong kegiatan ekonomi dan lain-lain. J.H. Boeke yang terkenal dengan idea atau istilah ekonomi-dualistiknya mempunyai latar belakang pengetahuan yang kuat terhadap tahap-tahap atau sistem ekonomi tersebut.

Pengaruh perkembangan tahap-tahap ekonomi yang dikemukakan oleh Werner Sombart sangat menentukan jalan fikiran J.H. Boeke. Werner Som-bart intinya membagi sistem ekonomi atau tahap ekonomi menjadi 3 tahap, yaitu tahap atau sistem ekonomi sebelum kapitalisme, tahap kapitalisme dan tahap sesudah kapitalisme. 

Pada tahap sebelum kapitalisme (Vorkapitalismus, praekapitalisme) motivasi yang mendorong kegiatan ekonomi yang sangat kuat adalah memenuhi kebutuhan hidup atau idea der-Nahrung.

Baik kebutuhan hidupnya sebagai makhluk atau manusia biologis, kebudayaan, etis maupun sebagai manusia beragama.

Pada tahap sesudahnya, suatu tahap yang lebih tinggi atau lebih maju, adalah tahap kapitalisme. Kegiatan ekonomi didorongoleh motivasi mencari laba, mengejar keuntungan. yaitu apa yang dinamakan Erwerbsprinzip atau profit motive.

Tahap kapitalismus dibagi menjadi 3 sub-tahap, yaitu tahap kapitalisme per-mulaan (Fruh-Kapitalismus, vroeg kapitalisme, early capitalism), tahap kapitalis meningkat tinggi Hoch-Kapitalismus, hoog-kapitalisme, high-capitalism) dan tahap kapitalisme tingkat akhir (Spat Kapitalismus, laat-kapitalisme, late kapitalism).

Kongkretisasi erwerbprinzip pada masa kapitalisme tingkat permulaan adalah mencari laba maksimum dalam waktu cepat dan tinggi untuk tiap unit penjualan atau produk yang dijual. 

Pada masa high capitalisme, Er-werbprenzip terjelma dalam bentuk kongkrit Geschaftsfanatikus atau fanatik dalam perusahaan.

Ini berarti perusahaan dijadikan tujuan untuk selalu diperbesar dan diperluas. Di berbagai tempat dan berbagai negara, dalam mengejar laba tidak secara konservatif melainkan dengan memperluas usaha serta dalam Janata panjang.

Dalam tahap Spat Kapitalismus tujuan mencari laba dalam bentuk Geschaftsfanatikus telah dibarengi dengan usaha sosial membantu universitas, membantu pemerintah, membantu si miskin, dan lain-lain. Sedangkan dalam masa sesudah kapitalisme (nach-kapitalismus, na-kapitalisme, post-capitalism) motivasi kegiatan ekonomi telah tertuju   pada   koordinasi   dan   kepentingan   seluruh masyarakat.

Peningkatan dari suatu tahap ke tahap yang lebih tinggi tidak secara drastis atau radikal melainkan melalui masa transisi atau metamorfosis.

Dalam masa transisi mula-mula sifat tahap di bawah masih kuat dan tahap di atasnya masih lemah tetapi kemudian sifat tahap di bawah makin melemah dan sifat tahap di atasnya makin menguat dan akhirnya sampai pada sifat-sifat tahap berikutnya.

Di Indonesia oleh Boeke dilihat ada 2 bentuk sistem ekonomi yang sama-sama kuat dan berdampingan satu sama lain. 

Dua sistem ekonomi tersebut bukan sistem ekonomi transisi di mana sifat yang satu menjadi makin lemah dan satunya makin kuat akan tetapi keduanya berdampingan dengan sifat-sifat yang berbeda.

Dua sistem ekonomi yang berbeda dan berdampingan sama kuat itulah yang disebut sistem ekonomi dualistik atau dualistische economie (bahasa Belanda).

Dua bentuk sistem ekonomi yang ada di Indonesia tersebut yang satu adalah sistem ekonomi yang dilaksanakan oleh masyarakat Indonesia asli yang masih (karena terpengaruh jalan fikiran Werner Sombart) prae-kapitalistik dan yang lain adalah sistem ekonomi yang diimpor atau dibawa dari Barat yang telah berbentuk kapitalisme, sosialisme atau kommunisme.

Jadi dualisme itu lebih bersifat kemasyarakatan atau social dualism atau dualistic society (Bahasa Inggris lebih sering digunakan dual society).

Postingan populer dari blog ini

Karakteristik Negara Berkembang Sebagai Negara Sedang Membangun, Produksi Primer,Tempat Penanaman Modal Asing

Perkembangan Teori Ekonomi Dualistik, Dualisme Lembaga Ekonomi dan Dualisme Ekonomi menurut J.H. Boeke

Ciri-ciri Pokok Ekonomi Dualistik atau Dual Society